Petaka Sehelai Kertas
Meniru, menjiplak, meng-copy,
membajak, mencontek atau apapun itu namanya, merupakan
beberapa contoh perbuatan yang sudah dikategorikan curang. Dalam islam pun
curang dilarang untuk dikerjakan karena tidak membawa manfaat bagi pelakunya. Ada pun
manfaat tapi tak akan lama karena tidak barokah. Ngomong-ngomong tentang perbuatan
curang, saya pernah melakukan satu kali. Ini terjadi waktu saya duduk di
kelas dua SMA. Pada hari Senin, Pak Bernard
selaku guru Matematika saya mengadakan
ulangan harian. Seperti biasa semua buku harus dimasukkan kedalam tas atau ditaruh di laci. Pada pertengahan
ulangan, saya sudah mentok, gak bisa mikir
ataupun ngarang-ngarang jawaban lagi.
Saya tengok ke kiri, teman saya sedang asik mencari
jawaban dari teman yang lain, lalu dengan penuh harapan mendapat jawaban, ku tekadkan nyali dan berbisik sambil waspada.
“ Ram bagi jawaban dong, aku mentok nih ?? “ ucapku sambil tersenyum manis.
“ Tunggu yah !! “
jawabnya.
“ Cepat ya
waktunya sudah mepet ! “ jawabku penuh harapan.
“ Iya-iya sabar. “ Jawabnya lagi.
Di sisi lain, pak Bernard yang dikenal garang
saat di kelas, terus mengintai setiap gerak-gerik muridnya. Seakan-akan siap
menerkam setiap siswa yang membandel dengannya. Ia tidak suka dan paling benci ada
keramaian di kelasnya. Kalau ramai saja gak boleh apalagi nyontek. Mungkin
sudah dibecek-becek itu murid. Waktu terus berjalan, dan aku belum mendapat
jawaban apapun dari Rama.
“ Ram, ayo cepat sedikit!! “ ucapku memaksa.
“ Iya hampir selesai. “ Jawabnya menenangkan .
Dari gerak-gerikku ini, pak Bernard mulai curiga
dan sedikit marah dengan ku, ia hanya melihat ku dengan tatapan serius sambil
pura_pura batuk. Aku mengerti itu menyindirku. Namun mau bagaimana lagi memang
sudah kepepet. Suasana kelas sangat hening, maklum gak ada yang berani sama pak
Bernard. Mereka mengerti kalau sampai ketahuan hukumannya pasti berat. Dan
akhirnya penyelamatku pun datang. Jawaban dari Rama sudah selesai. Bergetar
tanganku tak kuasa menerima hidayah itu. Saking gugupnya, saat Rama melempar
jawabannya kepadaku, bukannya menerima jawaban itu tapi malah terlempar kembali
dan tepat mendarat di kepala pak Bernard si guru killer yang sedikit aneh.
( Pwaakkkk !!! ) suara sehelai kertas folio yang
penuh dengan jawaban, saat terkena kepala pak Bernard. Hati seperti jatuh ke
lantai, jantungku seperti berhenti sejenak. Kelas yang tadi hening menjadi
ramai dipenuhi suara tertawa yang terbahak-bahak.
“ Ssstttt… jangan ramai!!! , nanti yang ramai
saya suruh diam . “ sambil memasang wajah aneh ala pak Bernard.
“ Apa ini? “ ucapnya lagi.
“ Kertas pak…. “ ucap teman-teman serentak.
“ Iya tau, maksudnya kertas apa ini? “ nada nya
semakin aneh.
“ Gak tau pak.. “ ucap teman-teman lagi.
“ Ini kertas contekan ya ? “ ucap pak Bernard.
“ Gak tau pak.. “
“ Jangan pakai cara seperti ini. Saya paling
tidak suka cara curang.Kerjakan
sebisa kalian. Berapapun nilai kalian saya terima, tapi nanti bakal saya
remidi. “ Ucap pak Bernard.
“ Sama aja dong pak.. “ ujar teman-teman.
“ Kertas siapa ini?? “ Tanya pak Bernard.
Dengan berat hati, aku pun mengaku kepada pak
Bernard. Wajahku malu tiada terkira. Andaikan wajah bisa dilepas, mungkin akan
ku lepas, ku lipat lalu ku simpan dalam saku dan tak akan aku pasang selama
satu minggu. Namun kenyataan berkata lain. Mau tak mau aku harus bersikap
dewasa dengan mengakui kesalahanku dan menerima semua resiko yang akan terjadi.
“ Kenapa kamu lakukan ini, Nak? “ ucap pak Bernar.
“ Saya kesulitan pak, udah mentok gak bisa. “ Jawabku polos.
“ Matematika itu sulit tah?? “ tanya pak
Bernard.
“ Sulit pak… rumusnya bikin pusing. “ Jelasku.
“ Sebenarnya mudah, kamu saja yang mungkin
kurang belajarnya. “
“ Iya pak, maaf. “
“ Jangan ditiru ya anak-anak, ini perbuatan
buruk yang tak baik untuk ditiru. Kerjakan sebisa kalian. Yang jawabannya benar
semua nanti saya kasih 100. “ Dengan
memasang wajah aneh.
“ Iya pak.. “ jawab teman-teman.
“ Ya sudah, kamu kembali. Nanti temui saya di
kantor. “
Mendengar ucapan itu aku menyesal atas
perbuatanku. Aku kapok melakukan hal yang curang. Memang gak ada manfaatnya
bagiku, Cuma dapat nilai bagus. Tapi, apalah nilai tanpa pengetahuan yang
setimpal, atau dengan kata lain Cuma dapat nilai tapi gak dapat ilmu. Kata pak
Bernard, “ Buat apa dapat nilai bagus tapi kita tak paham akan materinya,
pahami dulu nanti nilai akan mengikuti.” Sejak saat itu aku mencoba untuk
tidak menyontek atau melakukan
hal curang lainnya. Setiap ingin menyontek selalu terngiang nasehat pak
Bernard, hingga sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar